JAKARTA – Rasulullah SAW memiliki sahabat yang pandai memutuskan perkara. Kecerdasannya itu membuatnya disebut-sebut sebagai hakim agung era nabi.

Sahabat itu tidak lain tidak bukan adalah Amr bin Ash. Diceritakan dalam buku Politik Hukum: Studi Perbandingan dalam Praktik Ketatanegaraan Islam dan Sistem Hukum Barat karya Abdul Manan, Rasulullah SAW pernah menunjuknya untuk menyelesaikan kasus.

Rasulullah SAW bersabda kepada Amr bin Ash, “Hai Amr, putuskanlah permasalahan ini.” Amr berkata, “Apakah aku akan berijtihad, sedangkan baginda Rasul masih di sini?” Rasulullah SAW menjawab, “Ya, kalau ijtihadmu benar, maka engkau akan mendapat dua pahala dan kalau salah engkau akan mendapat satu pahala.”

Imam Bukhari dan Muslim mengeluarkan riwayat tersebut dalam kitabnya. Al-Bukhari menyebutnya dalam bahasan Al-I’tisham bab Ajru Al-Hakim Idza Ijtahada fa Ashaba aw Akhtha’a dan Muslim menyebutnya dalam bahasan Al-Aqdhiyah bab Bayan Ajri Al-Hakim Idza Ijtahada fa Ashaba aw Akhtha’a. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ahmad, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i.

Siapa Amr bin Ash?

Menurut sebuah riwayat sebagaimana dinukil Abdurrahman Ra’fat al-Basya dalam Shuwar min Hayatish Shabah 65 Syakhshiyyah, Amr bin Ash memeluk Islam setelah ia merenung dan berpikir cukup panjang. Rasulullah SAW pernah bersabda tentang diri Amr, “Para manusia telah masuk Islam, dan Amr bin Ash telah beriman.” (HR Ahmad dan At-Tirmidzi)

Abdurrahman Ra’fat al-Basya menjelaskan, barangkali maksud hadits tersebut adalah orang-orang yang masuk Islam pada tahap-tahap akhir.

Amr bin Ash juga dikenal sebagai ahli makar dan tipu daya bangsa Arab. Ia termasuk salah seorang paling jenius di antara mereka. Semasa hidupnya, Amr bin Ash berhasil menaklukkan dua daerah besar dan makmur. Keduanya adalah Palestina dan Mesir. Keberhasilannya dalam menaklukkan wilayah tersebut tak luput dari kecerdikan yang ia miliki.

Tiga Jenis Manusia Menurut Amr bin Ash

Amr bin Ash tak sedikit mengucapkan sesuatu yang sarat akan makna. Ia pernah berkata bahwa manusia itu terbagi menjadi tiga, yakni manusia yang sempurna, separuh manusia, dan manusia yang tak bermakna.

Manusia yang sempurna, kata Amr bin Ash, adalah manusia yang lengkap agama dan akalnya. Ketika akan memutuskan suatu perkara, ia akan meminta pendapat orang-orang cerdas sehingga ia akan terus mendapatkan petunjuk.

Sedangkan separuh manusia, lanjut Amr bin Ash, adalah orang yang disempurnakan agama dan akalnya oleh Allah SWT. Jika ia akan memutuskan suatu perkara, ia tidak meminta pendapat orang lain dan ia berkata, “Manusia seperti apa yang mesti aku ikuti pendapatnya kemudian aku akan meninggalkan pendapatku dan mengikuti pendapatnya?” Hal ini membuatnya terkadang benar dan terkadang salah.

Adapun, manusia yang tak bermakna yang dimaksud Amr bin Ash adalah orang yang tidak beragama dan tidak berakal. Amr bin Ash menyebut, manusia jenis ini akan selalu keliru dan terbelakang. (Red/detik.com)

Bagikan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *