JAKARTA – Desakan agar  jabatan ketua umum partai politik dibatasi terus bergulir. Karena dinilai partai politik bukan milik pribadi atau keluarga. Perusahaan yang merupakan milik pribadi atau keluarga saja ada batas-batasnya, apalagi partai politik yang merupakan milik rakyat.

Saat ini gugatan terhadap masa jabatan ketua umum partai politik tengah bergulir di Mahkamah Konsitusi (MK). Sebelumnya pihak telah melayangkan gugatan perihal masa jabatan ketua umum partai politik tersebut.

Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, setuju Mahkamah Konstitusi (MK) membuat putusan membatasi masa jabatan ketua umum partai politik (ketum parpol). Pembatasan akan menghentikan praktik politik dinasti dalam kepengurusan parpol. 

“Sebelum ada pembatasan masa jabatan ketum partai, selamanya di Indonesia tidak ada partai. Yang ada itu adalah perusahaan keluarga bernama partai,” ujar Feri kepada wartawan, Sabtu (15/7/2023). 

Menurut Feri, tidak adanya pasal yang membatasi masa jabatan ketum parpol dalam UU Partai Politik terbukti telah memunculkan ketum yang menjabat selama puluhan tahun. Panjangnya masa jabatan itu lah yang menjadi cikal bakal politik dinasti. 

“Ketum partai sudah tiga puluh tahun enggak ganti-ganti, nanti kalau berganti anaknya lagi. Jadi ini bukan lagi soal dinasti keluarga. Ini partai yang mirip perusahaan, ada CEO-nya,” kata Feri. 

Feri berpendapat, ketika MK memutuskan membatasi masa jabatan ketum parpol, itu bukan berarti negara mengintervensi parpol. Saat ini, UU Partai Politik menyerahkan kepada masing-masing parpol untuk mengatur masa jabatan ketum lewat AD/ART. 

“Sebagai turunan dari UUD, undang-undang itu kan sumbu yang menentukan apakah sebuah aturan itu konstitusional atau tidak. Kalau undang-undang mengatur pembatasan, maka AD/ART parpol harus mengikutinya,” ujarnya. (Red)

Bagikan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *