JAKARTA – Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) menyambut baik pengumuman Presiden Prabowo Subianto yang telah menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5%. Namun, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN), Ristadi mempertanyakan bagaimana hitungan sehingga angka itu muncul.
“Presiden Prabowo umumkan sendiri soal kenaikan upah minimum yang tidak pernah dilakukan presiden-presiden sebelumnya, ini menandakan Presiden Prabowo lebih concern lebih memperhatikan soal nasib pekerja buruh Indonesia. Namun, saya agak kaget yang diumumkan angkanya dulu, bukan formulasi/rumus kenaikan upah yang sedang dibahas,” kata dia dalam keterangannya, Sabtu (30/11/2024).
Menurutnya ada hal yang mengganjal karena pemerintah tidak memberitahukan bagaimana formulasi penghitungan untuk kenaikan UMP 2025. Ristadi menyebut formulasi perhitungan itu sangat penting agar juga mengerek upah pekerja daerah.
“Jangan-jangan nanti formulasinya dicocok-cocokan agar hasilnya 6,5%, ini tidak logis. Jika demikian dan mengunci dewan pengupahan tidak berfungsi. Hal lainnya, dengan dirilisnya langsung angkanya sama 6,5% bukan formulasinya/rumus kenaikannya maka ini akan mengakibatkan daerah yang upah minimumnya masih rendah akan semakin tertinggal jauh,” ungkapnya dilansir dari detik.com.
Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo menunggu penjelasan pemerintah terkait dasar penghitungan kenaikan upah minimum 2025 sebesar 6,5 persen. Mereka juga menyayangkan sikap pemerintah yang tidak mendengarkan masukan dunia usaha.
”Hingga saat ini, belum ada penjelasan komprehensif terkait metodologi penghitungan kenaikan ini: apakah telah memperhitungkan variabel produktivitas tenaga kerja, daya saing dunia usaha, dan kondisi ekonomi aktual. Metodologi penghitungan tersebut penting agar kebijakan yang diambil mencerminkan keseimbangan antara kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan dunia usaha,” kata Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani, dalam pernyataan resmi, Sabtu (30/11/2024).
Apindo, menurut Shinta, berpendapat, kenaikan upah minimum yang signifikan akan berdampak langsung pada biaya tenaga kerja dan struktur biaya operasional perusahaan, khususnya sektor padat karya. Apalagi, dalam kondisi ekonomi nasional yang masih menghadapi tantangan global dan tekanan domestik.
“Kenaikan upah minimum yang signifikan akan menyebabkan peningkatan biaya produksi dan mengurangi daya saing produk Indonesia, baik di pasar domestik maupun internasional. Pada akhirnya, semua itu bisa memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) serta menghambat pertumbuhan,“ kata Shinta seperti dilanir dari kompas.id. (Red)
- MUI: Perlu Pembatasan Medsos Bagi Anak Remaja dan di Bawah Umur - December 14, 2024
- UNICEF Desak Perlindungan Terhadap Anak-Anak di Jalur Gaza - December 14, 2024
- Invasi Israel Kembali Tewaskan 30 Warga Gaza, Korban Menjadi 44.835 Orang - December 13, 2024