MALANG – Republik Indonesia berdiri di atas nilai utama seperti Pancasila sebagai dasar formam negara dan agama beserta kebudayaan luhur sebagai denyut nadi bangsa Indonesia. Tak terhitung banyaknya tokoh ulama, termasuk tokoh agama lain yang berjuang memerdekakan Indonesia. Karena itu, berbagai sikap yang menanggalkan agama dari kehidupan kebangsaan dianggap tidak sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia.
“Maka sekali ada pandangan paham dan sikap dari manapun yang menegasikan agama dan alergi terhadap agama, hanya karena ada satu dua peristiwa buruk atas nama agama atau oleh oknum atau oleh kelompok agama, maka Indonesia tidak akan selamat dalam perjalanannya ke depan,” demikian ucap Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir dalam Konsolidasi Kebangsaan Angkatan Muda Muhammadiyah, UMM, awal pekan ini.
Setali tiga uang dengan agama, kebudayaan bangsa juga dianggap Haedar memberi kekuatan harmoni, moderatisme, dan kekuatan untuk menyatukan. “Itu fungsi kebudayaan sebagai sistem pengetahuan kolektif yang mengandung wisdom, bagaimana kita tetap merawat kebudayaan tapi dengan catatan, jangan lestarikan budaya dan tradisi yang kata WS Rendra itu tradisi dan budaya kasur tua yang hanya akan lapuk bagi Indonesia ke depan,” ujarnya.
Dalam hal ini, Muhammadiyah menurutnya telah memiliki panduan dalam visi Indonesia Berkemajuan dan Negara Pancasila Darul Ahdi wa Syahadah. “Agama harus menjadi sumber nilai berbangsa bernegara, tapi tantangan kita berbangsa bernegara adalah bagaimana beragama yang mencerahkan kehidupan berbangsa bernegara. Itulah misi Islam Berkemajuan dan dari situlah kita mestinya berangkat,” jelas Haedar yang dirilis pada situs resmi Muhammadiyah, Sabtu (10/9/2022).
Konsistensi itu, kata dia juga harus dilakukan terhadap dasar konstitusi seperti Pancasila dan UUD 1945. “Partai, elit dan tokoh bangsa dan negara harus tetap konsisten menjadikan Pancasila, konstitusi 1945 dan dasar-dasar kita berbangsa tetap tegak lurus di atas prinsip awal yang sudah diletakkan para pendiri bangsa. Pegang itu dan Muhammadiyah kawal itu. Karena apa? Biasa dalam perjalanan ketika kekuasaan itu menggoda, biasanya benih-benih mengganggu, menggerogoti, membelokkan konstitusi dan prinsip-prinsip bernegara itu mulai tumbuh,” imbuhnya.
Untuk itu, Haedar juga mengajak setiap elemen Muhammadiyah mengawal demokrasi Indonesia agar tidak tercerabut dari akar sejarah dan akar konstitusi mengingat iklim demokrasi yang semakin liberal pasca reformasi. “Muhammadiyah baru bisa menajdi pengawal jika dia tidak terlibat dalam politik partisan. Tetapi manakala Muhammadiyah terlibat dalam politik partisan atas nama apapun, kita tidak mungkin bisa menjalankan misi dakwah dan tajdid dalam setiap kontestasi politik,” ingatnya. (Red)
- MUI: Perlu Pembatasan Medsos Bagi Anak Remaja dan di Bawah Umur - December 14, 2024
- UNICEF Desak Perlindungan Terhadap Anak-Anak di Jalur Gaza - December 14, 2024
- Invasi Israel Kembali Tewaskan 30 Warga Gaza, Korban Menjadi 44.835 Orang - December 13, 2024