YOGYAKARTA – Negara Indonesia dibangun di atas fondasi persatuan untuk semua. Dari paham kesatuan tersebut, maka setiap bentuk oligarki, monopoli, dan kekuasaan mutlak oleh satu orang atau segelintir pihak berlawanan dengan jiwa Pancasila dan Konstitusi Indonesia.

Hal itu disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Jumat (28/10/2022) pada acara Orasi Kebangsaan Sumpah Pemuda seperti dikutip dari laman resmi Muhammadiyah.

Merujuk Pidato 1 Juni 1945 Soekarno, Haedar menyebut bahwa Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang maupun golongan saja, tetapi berdirinya Indonesia untuk semua. Haedar meneruskan, bahwa Indonesia dengan bangunan dasar Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika mesti dikonstruksi dengan jiwa dan pandangan yang moderat.

Jauhi pandangan radikal-ekstrem yang menempatkan segala idiom keindonesiaan dalam nalar antagonistik yang memecah. Oleh karena itu, dia mengajak kepada seluruh elemen bangsa untuk menghindari segala bentuk ujaran dan tindakan yang menebar virus perpecahan. Lebih-lebih menjelang tahun politik 2024, Haedar berpesan supaya supaya momen tersebut menjadi komitmen bersama menyatukan bangsa dan mengakhiri pembelahan politik kebangsaan.

“Hindari segala bentuk ujaran dan tindakan yang menebar virus perpecahan. Pemilu 2024 harus menjadi komitmen bersama menyatukan bangsa dan mengakhiri pembelahan politik kebangsaan,” ungkapnya.

Guru Besar Sosiologi ini mendorong supaya energi persatuan menjadi alam pikiran kolektif. Khususnya kepada generasi milenial sebagai pewaris, dia berpesan agar terus memupuk kesadaran menjadi aktor persatuan dan kemajuan bangsa.

Serta jadikan media sosial dan ruang publik sebagai arena persaudaraan.

“Tumbuhkan pola pikir, sikap, dan tindakan bahwa semua anak bangsa dari latar belakang yang berbeda adalah saudara untuk hidup bersama secara harmoni, damai, toleran, dan berkemajuan,” pesan Haedar.

Menurutnya, persatuan harus dibangun dengan jiwa tulus dan autentik, bukan disimulasi dengan kepentingan-kepentingan sesaat. Terkait ini, Haedar mengutip Surat Al Hasyr ayat 13 yang menerangkan tentang persatuan yang banal, dan tidak sampai pada hati. Maka, semua elemen bangsa harus hadir dengan teladan dan kenegarawanan.

“Semua elite dan warga bangsa hadir dengan teladan dan kenegarawanan untuk mewujudkan cita-cita Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil, dan makmur milik bersama,” ungkapnya.

Hemat Haedar, dengan modal persatuan yang kokoh dan autentik maka Indonesia akan bertumbuh menjadi negara dan bangsa berkemajuan. Kemajuan Indonesia adalah tonggak utama untuk hidup setara dan bermartabat sama dengan bangsa lain di panggung dunia. Kemajuan hanya dapat diraih dan diwujudkan manakala seluruh institusi negara dan warga negara bersatu.

“Persatuan dan kemajuan itu mahal harganya. Persatuan harus menjadi gerakan dan budaya kolektif seluruh komponen bangsa. Ruang publik Indonesia mesti dipenuhi suara-suara emas yang menggelorakan persatuan. Jangan biarkan para pembikin kegaduhan dan perpecahan menguasai jagad Nusantara agar Indonesia tetap utuh dan maju,” ucap Haedar.

Namun demikian, dirinya tetap optimis karena potensi bersatu yang dimiliki oleh bangsa Indonesia lebih besar ketimbang virus perpecahan. Dia beralasan karena di tubuh bangsa ini masih hidup akal sehat, moral dan kesadaran kolektif untuk bersatu. Dengan menjadikan Pancasila, agama dan kebudayaan luhur bangsa sebagai basis nilai utama. (Red)

Bagikan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *