JAKARTA – Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) masih terus menuai polemik. Seperti diwartawakan sebelumya, banyak sekali modus-modus maupun kecurangan yang muncul agar para orang tua murid bisa memasukkan anaknya ke sekolah negeri.

Jalur resmi yang terdiri dari jalur afirmasi, zonasi, prestasi, dan perpindahan orang tua bisa disiasati sedemikian rupa agar peserta didik bisa diterima di sekolah negeri. Apabila keempat jalur di atas tidak bisa disiasati, maka masih ada satu jalur lagi yaitu lewat jalur belakang, yang sudah pasti tidak resmi.

Mencermati kisruh dan buruknya pelaksanaan penerimaan peserta didik baru tahun ini, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengaku mendapat sejumlah aduan dari masyarakat terkait pelaksanaan PPDB 2023. Aduan yang masuk disebut dari wilayah Provinsi Jawa Barat (Jabar) dan Banten.

“PPDB sudah selesai, tapi mewariskan masalah yang tak pernah usai. Pada hari Senin, 17 Juli 2023, JPPI mendapatkan sebelas pengaduan dari masyarakat yang melaporkan soal banyaknya kasus jual beli kursi dan jatah titipan pejabat yang sengaja dibiarkan,” kata Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji, dalam keterangan resminya, Selasa (18/7/2023).

Menurut Ubaid, laporan itu antara lain dari wilayah Depok, Bogor, dan Bekasi, Provinsi Jabar. Ada juga aduan dari beberapa wilayah Provinsi Banten, seperti Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang, dan Kabupaten Tangerang.

Ubaid menyebut masyarakat kesal dengan lambatnya respons sekolah dan pemerintah daerah dalam menanggapi aduan terkait PPDB itu. “Menurut pemantauan JPPI, kasus ini tidak hanya terjadi di dua provinsi tersebut, tetapi juga terjadi di provinsi yang lain. Kasus ini terkesan sumir, gelap, dan susah dibuktikan. Karena itu, selalu terjadi tiap tahun, tapi menguap begitu saja,” katanya seperti dikutip dari republika.co.id.

Karena itu, JPPI merekomendasikan sejumlah hal, di antaranya mengusut aduan masyarakat terkait PPDB hingga tuntas. JPPI meminta penanganan kasus itu dilakukan dengan koordinasi berbagai pihak, antara lain jajaran Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), juga Dinas Pendidikan di daerah.

Ubaid mengatakan, JPPI juga meminta aparat penegak hukum menindaklanjuti laporan-laporan dugaan kecurangan PPDB yang diadukan warga. Seperti laporan-laporan yang sudah disampaikan warga melalui Ombudsman, Kemendikbudristek, Dinas Pendidikan, LSM, maupun KPAI.

“Dewan Pendidikan dan juga Irjen di Kemendikbud dan Kemenag harus bekerja untuk menuntaskan kasus ini. Jangan hanya diam saja dan makan gaji buta. Mereka digaji oleh masyarakat dari APBN untuk melakukan pengawasan, pencegahan, dan tindak lanjut kasus,” kata Ubaid.

Menurut Ubaid, Kemendikbudristek juga dapat membentuk tim independen untuk menindaklanjuti laporan masyarakat terkait PPDB.

Selain rekomendasi tersebut, JPPI mengusulkan evaluasi dan revisi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK.

“Segera evaluasi dan revisi Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021. Regulasi ini dinilai tidak berkeadilan dan menimbulkan banyak kasus diskriminasi di level implementasi,” kata Ubaid. (Red)

Bagikan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *