JAKARTA – Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, dengan tegas menyatakan bahwa Muhammadiyah bukanlah kendaraan politik praktis. Dalam pernyataannya, ia mengatakan bahwa Muhammadiyah tidak akan terlibat secara langsung dalam politik praktis terutama terkait Pemilihan Presiden (Pilpres).

“Soal Pilpres Muhammadiyah wait and see saja. Biarlah itu diurus oleh ketua-ketua partai, karena kewenangan konstitusional untuk mencalonkan siapa capres dan cawapres itu ada pada partai politik, itu amanat Undang-undang Dasar,” ucap Mu’ti dalam Peneguhan PDM/PDA Depok Periode 2022-2027 pekan lalu.

Ia menekankan bahwa Muhammadiyah tidak akan mendeklarasikan dukungan untuk calon presiden tertentu, karena menurutnya hal tersebut hanya akan menjadi mimpi di siang bolong. Menurutnya, warga Muhammadiyah yang akan lebih memilih lebih baik menitipkan aspirasi dan dukungan politiknya melalui partai politik, bukan kepada Persyarikatan.

“Kalau warga Muhammadiyah ikut mendukung atau titip aspirasi, titipkan lewat partai politik, jangan Muhammadiyah buat deklarasi dukung mendukung calon presiden tertentu, itu namanya mimpi di siang bolong. Wait and see saja,” ucap Mu’ti dalam laman resmi Muhammadiyah, Selasa (25/7/2023).

Mu’ti mengusulkan agar Pilpres 2024 nanti bisa menampilkan lebih dari dua calon pasangan capres-cawapres. Hal tersebut agar menghindari pola pikir biner, atau pola pikir yang sederhana dengan memandang segala hal hanya dalam dua kutub yang saling bertentangan. Dalam konteks politik, situasi seperti ini sering disebut sebagai “duopolis” atau sistem politik yang didominasi oleh dua kekuatan utama.

“Tapi kalau kami boleh nitip aspirasi kepada sembilan partai politik itu, kami nitip jangan hanya dua pasang (capres-cawapres), minimal tiga. Supaya kita punya banyak pilihan. Kalau dua itu seperti benar dan salah,” harap Mu’ti.

Mu’ti juga menyampaikan keprihatinannya terhadap polarisasi politik yang terjadi pada Pemilu tahun 2019, di mana hanya terdapat dua pasang calon yang kuat bersaing. Risiko politik dari situasi tersebut masih terasa hingga saat ini, terutama dalam bentuk ujaran-ujaran yang memprovokasi di media sosial dengan istilah “cebong” dan “kampret” yang merujuk kepada pendukung masing-masing kubu.

Dengan pendekatan “wait and see“, Muhammadiyah berusaha untuk tetap netral dan memberikan dukungan aspirasional kepada berbagai partai politik, sehingga diharapkan akan muncul lebih banyak pilihan calon yang dapat dipertimbangkan dengan matang dalam pemilihan presiden selanjutnya. (Red)

Bagikan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *