
OPEN BO. Prostitusi sudah menjadi industri. Dukungan media sosial (medsos) membuat bisnis ini makin menggeliat dan berdesah.
Istilah open BO sduah sangat familiar di telinga publik. Istilah ini mengarahkan individu pada pemesanan jasa seks online alias open booking online (Open BO).
Yang dihubungi bisa laki-laki maupun perempuan berprofesi sebagai pekerja seks. Semoga Anda bukan bagiannya.
Sumpah, ya! Janji, lho…
Anda harus janji karena menekuni dunia ini sangat mudah. Dan, mudah tergelincirnya. Cukup bermodalkan alat kelamin.
Mungkin karena kemudahan ini, bisnis lendir orgasme ini ternyata makin banyak digeluti banyak orang. Astagfirullahaladzim.
Menurut bscholarly, Indonesia menempati peringkat ke-8 dari 14 negara yang memiliki pekerja seks terbanyak di dunia di tahun 2022. Sementara itu Havocscope memperkirakan uang yang beredar dalam bisnis ini sekitar Rp 30 triliun per tahun.
Arghh.. akh… akh… Parah! Ladang cuan!

Bayangkan! Bagaimana cara memahami fenomena tersebut. Padahal prostitusi merupakan kegiatan ilegal, dunia dan akhirat, di negeri yang berpenduduk mayoritas Islam ini.
Kegiatan ini bisa dijerat UU No.4 tahun 2008 tentang Pornografi dan Pasal 284 KUHP tentang perzinahan. Hukuman dunia hanya sebatas dipenjara maksimal sembilan bulan.
Hukuman akhirat tidak mengenal penjara. Anda bayangkan saja alat kelaminmu dibakar sampai sangit.
Bagaimana rasanya? Sakit? Rasanya tidak mungkin kalau tidak menjerit histeris. Nah, begitu bentuk hukuman di akhirat.
Berbagai model pencegahan dan penangkalan open BO sudah ditempuh. Mulai dari sosialisasi bahaya seks bebas di sekolah, pengajian di masjid dan rumah, pengajian online, dan segala model lainnya.
Namun, prostitusi justru tetap saja subur dimana pekerja seksnya bak ditanam, dipupuk, dirawat, dan layu secara alamiah dimakan usia. Bahkan, sudah tanpa malu-malu lagi.
Ada apa? Apa akar masalahnya sehingga banyak orang terjun ke dunia haram jadah ini?
Rasulullah Muhammad Saw sudah mengingatkan bakal maraknya zina sejak 1.400 tahun silam. Dalam sabdanya: “Sesungguhnya di antara tanda-tanda kiamat yaitu diangkatnya ilmu, kebodohan tampak jelas, dan banyak yang minum khamar dan banyak orang berzina secara terang-terangan.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Tanda-tanda liberalisasi seks di Indonesia mulai tampak bersamaan gaung reformasi pada 1998. Saat itu, terbit koran, tabloid, majalah dengan foto perempuan berpakaian seronok dan vulgar bebas dijajakan di lapak dan loper pinggir jalan.
Siapa pun boleh beli. Tanpa batasan usia. Yang penting mau membelinya. Kalau sudah lihat, kan tinggal penasarannya untuk uji tanding.
Sekarang ini, kondisinya lebih parah. Media sosial menyajikan foto, teks, dan reel secara vulgar. Perempuan pekerja seks sudah tidak two pieces lagi, bahkan berani bugil. Ditambah kedipan mata genit, monyong sensualnya, dipadu goyangan bokongnya bikin kesadaran lelaki hilang.
Semua sangat marak. Sangat terbuka. Sangat bebas. Sangat tidak punya malu. Dan, sangat murah harga jasa untuk menikmatinya. Subhanallah…
Padahal Kominfo sudah memblokir 2 juta konten pornografi. Rinciannya 1,2 juta website, 700 ribu media sosial, dan 2 ribu platform file sharing. Namun, tetap saja masih banyak jasa open BO yang lolos pemblokiran.
Tanggal 17 Desember dijadikan Hari Berakhirnya Kekerasan pada Pekerja Seks (The Day To End Violence Against Sex Workers). Pekerja seks itu bukan harus dilindungi, tapi diberantas sampai akarnya.
Sebab kalau tidak diberantas, malah akan terbuka ruang dibinasakan Tuhan Penguasa Alam dengan cara menyakitkan. Cukup diberikan virus human papillomavirus (HPV), virus herpes simplex, dan human immunodeficiency virus (HIV) sudah menangis histeris saat buang air kecil. Nah, masih mau open BO, baik sebagai pengguna maupun penjajanya? Nauzubillah.
Dr. Encep Saepudin, S.E., M.Si.
Pemulung Kata