JAKARTA – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mengatakan bahwa di era masa kini, Nahdliyin sedang menyeberangi satu momentum peradaban yang sedang berubah secara fundamental dan masif.
Menurut Gus Yahya, perubahan fundamental itu membutuhkan respons yang tepat. Sebab, dorongan pertama manusia adalah melawan perubahan itu sendiri, karena pada dasarnya banyak orang tidak suka perubahan.
Dalam menghadapi perubahan, butuh strategi transformasi sosial yang mendalam. Jika kita ingin membangun strategi untuk melakukan transformasi nilai-nilai, transformasi cara berpikir, bentuk strategi apa pun yang hendak kita buat tidak ada pilihan lain kecuali harus melibatkan perempuan.
“Nggak bisa kalau laki-laki aja yang menjalankan strategi itu. (Jadi) harus melibatkan perempuan. Dan, perempuan-perempuan yang dilibatkan itu terutama ya ‘mahmud-mahmud’ (mamah muda) ini,” kata Gus Yahya saat penutupan Rakernas Fatayat NU, Selasa (3/10/2023).
Menurut Gus Yahya, jika berbicara tentang transformasi nilai dan cara berpikir maka berbicara tentang pendidikan dini bagi generasi mendatang. Pertanyaan kemudian, pendidikan dini ini di tangan siapa? Sudah tentu di tangan Fatayat NU.
“Ya di tangan ‘mahmud-mahmud’ ini. Kalau ‘mahua’ (mama tua) itu sudah (saatnya) cari mantu,” selorohnya disambut tawa ratusan kader Fatayat yang hadir dalam penutupan acara Fatayat Festival, Apel Akbar dan Rakernas, di Hotel Royal Triwung, Surabaya itu.
Madrasah pertama kaderisasi
Gus Yahya menunjuk bahwa Fatayat lah yang harus mendidik anak-anak dalam pendidikan dini mereka. Para kader Fatayat inilah yang dimaksud oleh RA Kartini sebagai ‘madrasah pertama’ bagi putra-putri mereka.
“Maka kalau kita ingin melakukan transformasi mindset (cara berpikir), pertama-tama yang harus diajak bicara ya Fatayat ini,” tandas keponakan Mustasyar PBNU KH A Mustofa Bisri Rembang ini disambut aplaus hadirin.
Menurut Gus Yahya, bagaimana mungkin generasi baru NU nanti punya cara berpikir baru, kapasitas-kapasitas baru, kalau tidak bergantung kepada para ibunya yang mendidik mereka yang kini menjadi aktivis Fatayat.
“Nah, itu sebabnya saya katakana bahwa nanti beban pekerjaannya NU itu terbesar ada di tangan Fatayat. Bahwa sekarang Fatayat-nya entah siap entah enggak itu soal lain,” selorohnya.
“Sebab, saya lihat masih banyak yang berupa rencana termasuk pengembangan teknologi tadi itu masih rencana, karena muter video tadi aja gagal,” canda tokoh yang pernah menjadi juru bicara Presiden Gus Dur ini seraya tertawa geli. Tawa hadirin pun pecah diiringi tepuk tangan.
Dalam kesempatan itu, Gus Yahya kembali mengingatkan supaya seluruh kader Fatayat NU memiliki kesadaran untuk menggeser peran orang-orang tua sembari meningkatkan kapasitas pesan yang lebih kuat. Jika tidak, ini akan menjadi masalah besar.
“Kalau diperhatikan, sebetulnya semua urusan khidmat Nahdlatul Ulama itu sebetulnya terkait dengan urusan generasi kalian. Sekarang ini misalnya kita menjalankan Gerakan Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama (GKMNU), keluarga maslahat ini keluarga mana yang kita address? Ya keluarga dari generasi kalian,” tuturnya.
“Kalau bicara keluarga ini keluarga siapa? Karena kalau keluarga Muslimat itu sudah keluarga besar. Itu sudah keluarganya mantu, anak, dan cucu,” tandas Gus Yahya. (Red)
- Israel Serbu Rumah Sakit di Tepi Barat - December 5, 2024
- Timnas Putri Indonesia Juara Piala AFF 2024 Setelah Hajar Kamboja 3-1 - December 5, 2024
- MUI: Kiai yang Goblok-goblokin Orang Jualan itu Tanda tak Belajar Etika - December 4, 2024