YOGYAKARTA – Kepala Lembaga Pengkajian dan Pengalaman Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (LPPI UMY) Khaeruddin Khamsin mengatakan bahwa persoalan wakaf di Indonesia lebih dari sekadar persoalan fikih. Selain harus dipedomani dengan pendekatan fikih, wakaf juga harus didekati dengan perundang-undangan yang berlaku. Pasalnya, pengelolaan dan pengembangan aset wakaf memerlukan penjamin yang berbadan hukum.

“Harapan kami buku Fikih Wakaf ini tidak sekadar menyentuh hal-hal yang sifatnya fikih, tapi harus juga mengaitkan dengan perundang-undangan kita,” ucap Khaeruddin dalam acara Workshop Penulisan Fikih Wakaf Kontemporer di Cavinton Hotel pada Selasa (19/7/2022), seperti dilansir dari muhammadiyah.or.id.

Khaeruddin mendukung penuh penyusunan Fikih Wakaf Kontemporer ini yang akan memadukan aspek fikih dengan perundang-undangan. Dengan perpaduan antara aspek fikih dengan perundang-undangan, harapannya dengan buku ini mampu untuk menghidupkan kembali harta wakaf yang statis atau cenderung mati,sekaligus membuka horizon pemahaman yang lebih luas.

“Banyak sekali di kalangan masyarakat ikrar wakaf yang didaftarkan tapi tidak sampai pada akte wakaf. Jadi konsep ini sangat ditunggu karena akan menjadi panduan bagi masyarakat secara langsung,” ucap Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah ini.

Target penyelesaian buku Fikih Wakaf Kontemporer diprediksi tahun 2022 ini. Khaeruddin berharap nanti persoalan wakaf akan dibawa ke Musyawarah Nasional Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah (Munas Tarjih). Alasannya, literasi tentang wakaf begitu mendesak diperlukan persyarikatan yang saat ini memiliki aset wakaf yang melimpah.

“Konsep fikih wakaf ini nanti sampai dibawa ke Munas Tarjih. Dua hari ke depan betul-betul bisa menghasilkan karya yang bermanfaat untuk kita semua,” tutur dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini. (Red)

Bagikan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *