
JAKARTA – Masyarakat kembali menyoroti jabatan empuk komisaris BUMN dan perusahaan anak cucu cicitnya. Hal itu tak lain karena banyaknya penunjukan komisaris pada perusahaan plat merah itu dari kalangan pejabat negara.
Paling tidak yang teranyar, sebanyak 30 wakil menteri dalam Kabinet Merah Putih merangkap jabatan sebagai komisaris di sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Belum lagi mereka yang menduduki jabatan komisaris BUMN berasal dari kader parpol pendukung pemerintah, para tim sukses, dan relawan.
Fenomena ini kembali mengundang perhatian publik terhadap pembagian peran antara direksi dan komisaris di tubuh BUMN.
Sehingga sangat wajar kalau masyarakat melihat penunjukan komisaris BUMN hanya sekadar bagi-bagi jabatan sebagai rasa ucapan terima kasih yang telah berhasil mengatarkan Prabowo-Gibran menjadi presien-wakil presiden.
Penjukan komisaris BUMN tidak lagi didasarkan pada profesionalitas, kapabilitas, kompetensi, dan sesuai dengan latar belakang mereka yang relevan dengan bidang bisnis BUMN itu sendiri.
Akibatnya, banyak yang bertanya-tanya terkait efektivitas pengawasan dan independensi komisaris, terutama bila harus mengawasi direksi perusahaan pelat merah di sektor yang sama dengan jabatan utama mereka di kementerian.
Untuk memberikan pencerahan, maka perlu dipaparkan tugas komisaris BUMN dan apa bedanya dengan direksi?
Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, ditegaskan bahwa direksi adalah pihak yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perusahaan untuk mencapai tujuan BUMN, baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Mereka menjalankan operasional sehari-hari dan berwenang mengambil keputusan strategis.
Sementara itu, komisaris memiliki fungsi mengawasi dan memberikan nasihat kepada direksi, agar seluruh kegiatan perusahaan tetap berada di jalur yang sesuai dengan maksud dan tujuan pendiriannya.
Pengawasan ini bersifat melekat namun tidak mencampuri wewenang direksi dalam pengambilan keputusan bisnis.
Pengangkatan komisaris dan direksi BUMN diatur melalui peraturan menteri sebagai turunan dari UU BUMN.
Berdasarkan Permen BUMN Nomor Per-02/MBU/02/2015, komisaris bisa dicalonkan oleh Menteri BUMN, sekretaris kementerian, deputi teknis, atau deputi dari berbagai sumber. Para calon komisaris harus memenuhi persyaratan tertentu dan akan diuji melalui tim yang dibentuk oleh Menteri BUMN.
Adapun pengangkatan direksi mengacu pada Permen BUMN Nomor Per-03/MBU/02/2015, di mana calon direksi dapat berasal dari talenta internal BUMN atau diusulkan langsung oleh pemegang saham, dalam hal ini Menteri BUMN.
Calon yang berasal dari luar jalur komisaris tetap dapat diajukan selama memiliki rekam jejak kinerja yang baik.
UU BUMN secara tegas mengatur anggota direksi maupun komisaris dilarang memangku jabatan rangkap yang berpotensi menimbulkan benturan kepentingan, termasuk di lembaga pemerintah. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 25 dan Pasal 33 UU BUMN.
Namun, larangan tersebut lebih eksplisit berlaku untuk direksi. Untuk komisaris, tidak ada larangan mutlak merangkap jabatan di instansi pemerintah selama tidak menimbulkan konflik kepentingan.
Celah inilah yang kemudian memungkinkan wakil menteri menjadi komisaris di BUMN, meskipun tetap menuai kritik dari sejumlah pihak. (Red)
- Delapan Negara Menyatakan Siap Tangkap Netanyahu - November 9, 2025
- Kurikulum Berbasis OBE, Siapkah Perguruan Tinggi Mengimplementasikannya? - November 9, 2025
- Israel Masih Terus Halangi Bantuan Masuk ke Gaza - November 8, 2025

