Prof. Dr. (H.C.) H. Boediono, B.Sc., M.Ec., Ph.D (lahir 25 Februari 1943) adalah Wakil Presiden Republik Indonesia ke-11 yang menjabat sejak 20 Oktober 2009 hingga 20 Oktober 2014. Ia terpilih dalam Pilpres 2009 bersama pasangannya, presiden yang sedang menjabat, Susilo Bambang Yudhoyono.

Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian,  Menteri Keuangan, Menteri Negara Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, dan Direktur Bank Indonesia (sekarang setara Deputi Gubernur). Saat ini ia juga mengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada sebagai guru besar. Oleh relasi dan orang-orang yang sering kali berinteraksi dengannya ia dijuluki The man to get the job done.

Boediono menghabiskan masa kecilnya di Kota Blitar, Jawa Timur. Saat masih sekolah dasar ia bersekolah di SD Muhammadiyah. Setelah menyelesaikan sekolah dasar ia melanjutkan pendidikan menengahnya di SMP Negeri 1 Blitar dan kemudian di SMA Negeri 1 Blitar.

Setelah menyelesaikan pendidikan menengahnya, ia kemudian melanjutkan pendidikan tingginya di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Setelah itu gelar Bachelor of Economics (Hons.) diraihnya dari Universitas Western Australia pada tahun 1967. Lima tahun kemudian, gelar Master of Economics diperoleh dari Universitas Monash. Pada tahun 1979, ia mendapatkan gelar S3 (Ph.D) dalam bidang ekonomi dari Wharton School, Universitas Pennsylvania.

Boediono menikah dengan Herawati (lahir di Blitar, 15 Februari 1944), pada tahun 1969 dan memiliki dua orang anak yaitu Ratriana Ekarini dan Dios Kurniawan.

Boediono pertama kali diangkat menjadi menteri pada tahun 1998 dalam Kabinet Reformasi Pembangunan sebagai Menteri Negara Perencanaan dan Pembangunan Nasional. Setahun kemudian, ketika terjadi peralihan kabinet dan kepemimpinan dari Presiden BJ Habibie ke Abdurrahman Wahid, ia digantikan oleh Kwik Kian Gie. Bersama dengan beberapa tokoh nasional, ia turut mendirikan Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan untuk mendorong reformasi.

Ia kembali diangkat sebagai Menteri Keuangan pada tahun 2001 dalam Kabinet Gotong Royong menggantikan Rizal Ramli. Sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Gotong Royong, ia membawa Indonesia lepas dari bantuan Dana Moneter Internasional dan mengakhiri kerja sama dengan lembaga tersebut. Oleh BusinessWeek, ia dipandang sebagai salah seorang menteri yang paling berprestasi dalam kabinet tersebut. Di kabinet tersebut, ia bersama Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti dijuluki ‘The Dream Team’ karena mereka dinilai berhasil menguatkan stabilitas makro ekonomi Indonesia yang belum sepenuhnya pulih dari Krisis Moneter 1998. Ia juga berhasil menstabilkan kurs rupiah di angka kisaran Rp 9.000 per dollar AS.

Ketika Susilo Bambang Yudhoyono terpilih sebagai presiden, banyak orang yang mengira bahwa Boediono akan dipertahankan dalam jabatannya, namun posisinya ternyata ditempati Jusuf Anwar. Menurut laporan, Boediono sebenarnya telah diminta oleh Presiden Yudhoyono untuk bertahan, namun ia memilih untuk beristirahat dan kembali mengajar. Saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan perombakan (reshuffle) kabinet pada 5 Desember 2005, Boediono diangkat menggantikan Aburizal Bakrie menjadi Menteri Koordinator bidang Perekonomian. Indikasi Boediono akan menggantikan Aburizal Bakrie direspon sangat positif oleh pasar sejak hari sebelumnya dengan menguatnya IHSG serta mata uang rupiah. Kurs rupiah menguat hingga di bawah Rp 10.000 per dolar AS. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEJ juga ditutup menguat hingga 23,046 poin (naik sekitar 2 persen) dan berada di posisi 1.119,417, berhasil menembus level 1.100. Ini karena Boediono dinilai mampu mengelola makro-ekonomi yang kala itu belum didukung pemulihan sektor riil dan moneter.

Pada tanggal 9 April 2008, DPR mengesahkan Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia, menggantikan Burhanuddin Abdullah. Ia merupakan calon tunggal yang diusulkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pengangkatannya didukung oleh Burhanuddin Abdullah, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Kamar Dagang Industri atau Kadin, serta seluruh anggota DPR kecuali fraksi PDIP.

Ketika namanya diumumkan sebagai calon wakil presiden mendampingi calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada bulan Mei 2009, banyak pihak yang tidak bisa menerima dengan berbagai alasan, seperti tidak adanya pengalaman politik, pendekatan ekonominya yang liberal, serta bahwa ia juga orang Jawa (SBY juga orang Jawa). Namun, ia dipilih oleh SBY karena ia sangat bebas kepentingan dan konsisten dalam melakukan reformasi di bidang keuangan. Pasangan ini didukung Partai Demokrat dan 23 partai lainnya, termasuk PKB, PPP, PKS, dan PAN. Pada Pemilihan Umum 8 Juli 2009, pasangan SBY-Boediono menang atas dua pesaingnya, Megawati – Prabowo dan Jusuf Kalla – Wiranto.

Boediono menjadi calon wakil presiden 2009–2014 mendampingi calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dideklarasikan 15 Mei 2009 di Sasana Budaya Ganesha Kota Bandung. Jika terpilih, dia akan menjadi wakil presiden pertama yang berlatar belakang ekonomi dan non-partisan setelah Mohammad Hatta (wakil presiden pertama RI). Dalam acara ini dirilis sistem ekonomi moralistik, manusiawi, nasionalistik dan kerakyatan atau kemasyarakatan. Boediono berangkat ke Bandung dengan menggunakan kereta api reguler Parahyangan.

Boediono juga pernah menjabat sebagai Executive Board for Asia – Wharton Advisory Boards, The Wharton School of the University of Pennsylvania dan Commissioner of Commission on Growth and Development.

Boediono mendapat penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana tahun 1999 dan “Distinguished International Alumnus Award” dari University of Western Australia pada tahun 2007. Setelah menjadi Wakil Presiden, Boediono juga menerima beberapa tanda kehormatan bintang sipil.

Tanda kehormatan:

  • Bintang Republik Indonesia Adipradana(20 Oktober 2009)
  • Bintang Mahaputera Adipurna (20 Oktober 2009)
  • Bintang Mahaputera Adipradana (13 Agustus 1999)
  • Bintang Jasa Utama (20 Oktober 2009)
  • Bintang Kemanusiaan (20 Oktober 2009)
  • Bintang Penegak Demokrasi Utama (20 Oktober 2009)
  • Bintang Budaya Parama Dharma (20 Oktober 2009)
  • Bintang Bhayangkara Utama (20 Oktober 2009)

(Red)

Sumber: Wikipedia

Bagikan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *