CAWE-CAWE. Cawe-Cawe Pilpres.
Dalam minggu ini “cawe-cawe” begitu populer.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai terlalu ikut campur alias cawe-cawe dalam urusan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Pada Selasa (2/5/2023) malam, Jokowi mengumpulkan enam ketua umum parpol di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Para ketua umum parpol yang hadir yaitu Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, dan Plt Ketua Umum PPP M Mardiono. Sementara itu, Ketua Umum NasDem Surya Paloh, yang sebetulnya juga merupakan bagian dari koalisi pemerintahan tak diundang.
Alasan NasDem tak diundang diduga bertalian dengan sikap parpol tersebut yang telah mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden mereka.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, menilai Jokowi telah bertindak di luar kewenangannya sebagai presiden.
Menurut Jamiluddin, sikap Jokowi yang terlalu terlibat aktif dalam urusan pencapresan dapat menghilangkan muruah Istana dan menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
“Pak Jokowi sebagai presiden itu kan sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, karena itu seharusnya Pak Jokowi tidak cawe-cawe tentang capres. Karena itu bukan porsinya,” kata Jamiluddin seperti dikutip dari CNNIndonesia.com.
Jamiluddin pun membandingkan sikap Jokowi dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di akhir pemerintahannya. Ia berpendapat SBY dapat menjaga jarak dengan pasangan calon yang ada.
“Pak SBY memasang jarak yang sama baik kepada kubu Prabowo maupun Jokowi saat itu,” kata Jamiluddin.
“Di situ terlihat bahwa Pak SBY tidak menunjukkan keberpihakannya di depan umum kepada pasangan capres. Di sini, Pak Jokowi bukan memposisikan diri sebagai presiden tetapi sebagai politisi. Itu kan berbahaya,” sambungnya.
Hal senada dikatakan Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah yang juga memperhatikan tindakan Jokowi kurang etis. Menurutnya, seorang perangkat negara tidak berhak terlibat aktif dalam penyelenggaraan pemilu saat masih menjabat.
Ia khawatir kerja pejabat penyelenggara pemilu bisa terpengaruh dengan kepentingan Jokowi.
“Situasi ini mengkhawatirkan, karena perangkat negara yang terlibat langsung pada penyelenggaraan pemilu dapat terpengaruh dengan cara menjalankan kinerja menyesuaikan kepentingan Jokowi. Untuk itu, aktivitas Jokowi terkait keputusan politik praktis ini harus dikritik keras,” kata Dedi.
Dedi pun mengkritik parpol yang justru diam saja melihat praktik tersebut. Menurut dia, elite parpol semestinya tersinggung dengan cawe-cawe Jokowi.
“Karena satu sisi presiden kehilangan wibawa sebagai kepala negara. Dan sebaliknya, ketua umum partai pun kehilangan wibawa di hadapan Presiden,” kata Dedi.
“Untuk itu, partai di luar PDIP dan PPP, sudah seharusnya mengambil sikap sendiri,” ujarnya.
Dedi mengatakan ada potensi penyalahgunaan wewenang jika Jokowi terus cawe-cawe dalam urusan Pipres 2024. Ia menilai bukan tidak mungkin kepercayaan publik atas terselenggaranya pemilu yang jujur dan adil bisa hilang.
“Publik akan menilai jika presiden terlibat langsung dalam proses politik praktis, bukan tidak mungkin ada potensi presiden gunakan kekuasaan untuk mengkondisikan penyelenggara pemilu, dan ini mengkhawatirkan, kepercayaan publik atas Pemilu yang jujur adil bisa lenyap,” ucapnya.
Joko Widodo menepis kritik yang menyebut dirinya telah cawe-cawe atau ikut campur urusan partai politik menentukan calon presiden yang akan diusung di Pilpres 2024.
Jokowi mengatakan pertemuan dengan petinggi-petinggi partai politik sebatas diskusi. Termasuk saat mengumpulkan pejabat teras partai politik di Istana beberapa hari lalu.
“Bukan cawe-cawe, wong itu diskusi saja kok cawe-cawe, diskusi,” kata Jokowi di Sarinah, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (4/5).
Jokowi menegaskan bahwa dirinya bukan hanya kepala negara, tetapi juga pejabat politik. Oleh karena itu dia merasa wajar jika berdiskusi dengan partai-partai politik.
“Saya bukan cawe-cawe. Urusan capres-cawapres itu urusannya partai atau gabungan partai, sudah bolak balik saya sampaikan kan,” imbuhnya.
Namun Joko Widodo sendiri justru mengungkap alasan tak mengundang Partai NasDem pada pertemuan dengan enam ketua umum partai politik di istana, Selasa (2/5/2023).
Jokowi mengatakan NasDem berbeda koalisi dengan partai-partai yang diundang. Dia menyebut enam partai yang hadir ingin membentuk koalisi sendiri di Pilpres 2024.
“NasDem itu, kita bicara apa adanya ya, kan sudah memiliki koalisi sendiri. Ini gabungan partai yang kemarin berkumpul kan juga ingin membangun kerja sama politik yang lain,” kata Jokowi di Sarinah, Jakarta, Kamis (4/5/2023).
Jokowi menyebut enam partai politik yang datang ingin membicarakan strategi besar. Menurutnya, hal itu tidak bisa dibicarakan bila ada perwakilan koalisi lain.
“Masak yang ini tahu strateginya? Dalam politik itu wajar-wajar saja, biasa,” ujarnya.
Berdasarkan tulisan masyarakat bisa menilai. Apakah ini yang disebut cawe-cawe atau bukan cawe-cawe Pilpres. (Red)
- Tahanan Termuda Wanita Palestina Akui Alami Penindasan dan Intimidasi - January 20, 2025
- Pegawai Kemendiktisaintek Demo, Menteri Satryo Diteriaki ‘Turun’ - January 20, 2025
- Aparat Keamanan Gaza Dikerahkan Usai Pemberlakuan Gencatan Senjata - January 19, 2025