JAKARTA – Menyambut tahun politik sebelum Pemilihan Umum (pemilu) 2024, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyerukan kepada semua pihak untuk menjadikan pemilu sebagai ajang merekat persatuan.

Usai menjamu silaturahmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia, Selasa (3/1), Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir kepada media mengatakan bahwa ajang lima tahunan ini tidak sepatutnya melahirkan polarisasi antar sesama anak bangsa. Sebaliknya, pemilu harus menjadi momen untuk bergembira bersama.

“Kami juga menyampaikan pesan dan harapan bahwa selain pemilu luber jurdil dan pasti 5 tahun, juga ada suasana nyaman, aman, gembira dan berkualitas (proses hingga hasilnya). Gembira itu agar kita ketika masuk ke bilik suara termasuk sebelumnya juga tidak saling bersitegang, berhadap-hadapan tetapi nikmati sebagai sebuah kontestasi yang mengeluarga. Nah itu kita ciptakan bersama,” pesannya seperti dilansir dari laman resmi Muhammadiyah, Kamis (5/1/2023).

Sebagai organisasi masyarakat sipil, Muhammadiyah kata dia siap mengawal hal tersebut sebagaimana amanat Muktamar ke-48 yang baru usai sebulan lalu. Dalam Muktamar itu ada poin isu strategis kebangsaan soal Suksesi Kepemimpinan 2024.

Agar Pemilu 2024 menggembirakan, Haedar tak lupa menyeru kepada elit politik, partai politik, termasuk media massa untuk berhenti menggaungkan narasi kontraproduktif yang hanya menggaungkan perpecahan.

“Kita berharap tidak lagi ada pembelahan politik di tubuh bangsa ini. KPU, Muhammadiyah, Parpol, pemerintah, dan berbagai komponen bangsa, termasuk juga teman-teman dari media, mari kita ciptakan sejak dari sekarang bahwa pembelahan politik itu sudah harus menjadi masa lampau karena harganya terlalu mahal,” ajaknya.

Terakhir, Haedar memberi nasehat agar peserta pemilu 2024, yaitu partai dan elit politik untuk menunjukkan jiwa kenegarawanan dalam bersaing memperoleh suara.

“Maka kami berharap ada kesadaran kolektif, kesadaran politik bersama bahwa pemilu adalah ajang untuk membangun persatuan bangsa, membangun kemajuan dan pemilu harus menjadi titik di mana kita berdemokrasi itu betul-betul bukan hanya memperebutkan kursi. Tetapi ada hikmah kebijaksanaan. Siapapun nanti yang menang dan menduduki posisi di pemerintahan dan legislatif, itu amanat terbesar dan terberat, bukan sesuatu yang harus dirayakan dengan pesta pora, tetapi sebagai tanggung jawab yang luhur tapi berat,” ingat Haedar.

“Begitu juga jika nanti tidak memperoleh kesempatan atau kekuasaan posisi kursi, juga dengan lega hati untuk tetap berkhidmat untuk bangsa dan negara. Nah jika itu terlaksana tentu jadi hal yang kondusif,” tegasnya. (Red)

Bagikan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *