JAKARTA – Di tengah maraknya Pilpres 2024, yang ditandai dengan munculnya nama Gibran Rakabuming Raka, anak dari Presiden Jokowi menjadi calon wakil presiden ramai diperbincangkan soal anak muda yang tampai dalam pentas kepemimpinan nasional. Bahkan, Gibran seolah-olah disamakan dengan tokoh muda di zaman kemerdekaan yang tak lain tak bukan yaitu Sutan Sjahrir.
Lantas, pantaskah Gibran Rakabuming Raka disejajarkan atau disamakan kemampuannya dengan Sutan Sjahrir? Atau hanya sekadar menyamakan supaya dianggap sebagai tokoh muda yang memiliki kemampuan luar biasa.
Salah satu tokoh Pahlawan Nasional Indonesia, Sutan Sjahrir belakangan beberapa kali disebut-sebut oleh tokoh publik.
Namanya dikaitkan dengan tokoh pemimpin yang berusia di bawah 40 tahun. Saat itu Sutan Sjahrir berhasil menduduki jabatan sebagai perdana menteri pada usia 36.
Nama Sutan Sjahrir pertama kali disebut dalam sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Hakim MK Guntur Hamzah, pekan lalu.
Tak hanya itu, tokoh Sutan Sjahrir kembali disebut dalam pidato Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartanto saat mengusung Gibran Rakabuming Raka, wali kota Solo sebagai bakal calon wakil presiden (bacawapres) Prabowo Subianto.
“Kenapa Partai Golkar berpikir anak muda? Kita punya sejarah, contohnya Sutan Sjahrir menjadi PM pertama sejak Indonesia diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta. Umur Sutan Sjahrir 36 tahun. Dan Sutan Sjahrir adalah Kepala Eksekutif atau kepala pemerintahan,” kata Airlangga, yang dilansir dari kompas.com, Rabu (25/10/2023).
Lantas, siapa sosok Sutan Sjahrir?
Profil Sutan Sjahrir
Sutan Sjahrir lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat pada 5 Maret 1909.
Dia merupakan putra dari pasangan Mohammad Rasad dan Puti Siti Rabiah. Mereka merupakan keluarga terpandang di Sumatera. Ayahnya merupakan penasihat Sultan Deli dan kepala jaksa di Medan.
Syahrir menyelesaikan pendidikannya di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) atau Sekolah Menengah Pertama pada zaman kolonial Belanda. Dia kemudian melanjutkan pendidikan ke sekolah lanjutan atas (AMS) di Bandung, sekolah termahal di Hindia Belanda.
Di masa sekolah itu, Syahrir mendirikan sekolah Tjahja Volksuniversiteit atau Cahaya Universitas Rakyat dari uang hasil pementasannya sebagai anggota Himpunan Teater Mahasiswa Indonesia (Batovis).
Dia juga menghabiskan waktunya untuk membaca buku-buku terbitan Eropa.
Pada 1929, Sjahrir kembali melanjutkan pendidikannya di Universitas Amsterdam. Dia kemudian menjadi mahasiswa hukum di Uniersitas Leiden. Masa pendidikan itu diambilnya dalam pengasingan.
Terlibat pergerakan politik
Saat menjadi mahasiswa di Belanda, Sjahrir terlibat aktif dalam organisasi pergerakan Perhimpunan Indonesia (PI), sebuah organisasi pelajar Indonesia di Belanda.
Saat itu, Sjahrir yang masih berusia masih muda menjadi sekretaris Perhimpunan Indonesia.
Selama masa kuliahnya, Sjahrir menjadi lebih dekat dengan aktivis kemerdekaan, yaitu Mohammad Hatta yang tidak lain adalah pemimpin PI.
Dia juga menjadi pendiri Jong Indonesia (Himpunan Pemuda Nasionalis) pada 20 Februari 1927. Jong Indonesia kemudian berubah nama menjadi Pemuda Indonesia dan menjadi cikal bakal kongres Sumpah Pemuda pada 1928.
Nasionalisme Sjahrir pertama kali tumbuh saat dirinya mendengar pidato Dr Tjipto Mangunkusumo.
Saat itulah, untuk pertama kalinya Syahrir terpukau dengan semangat kebangsaan. Ia mulai aktif dalam perkumpulan pemuda kebangsaan.
Pengalamannya dalam berorganisasi di sekolah membawanya terjun kedalam dunia politik ketika itu.
Pada 1931, Sjahrir kemudian memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan berhenti kuliah.
Hal ini karena pengawasan pemerintahan kolonial Belanda yang semakin ketat.
Setibanya di tanah air, dia menikah dengan Siti Wahyunah pada 1951 dan dikaruniai 2 orang anak bernama Kriya Arsyah Syahrir dan Siti Rabyah Parvati Syahrir.
Karier politik Sutan Sjahrir
Masih dari sumber yang sama, Sjahrir sempat bergabung dengan Partai Nasional Indonesia (PNI Baru) yang diketuai diirnya pada 1932.
Sjahrir juga sempat menajdi ketua Kongres Kaum Buruh Indonesia setelah tulisa-tulisannya tentang buruh dituangkan di berbagai majalah. Dia juga tergabung dalam pergerakan buruh.
Di masa kependudukan Jepang, Sjahrir juga terlibat pergerakan ‘bawah tanah’, Saat itu, dia mendesak Soekarno dan Mohammad Hatta untuk mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia pada 15 Agustus 1945.
Namun Soekarno dan Hatta menolak hal tersebut sehingga membuat kaum muda menculik Soekarno dan Mohammad Hatta ke Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945.
Pascakemerdekaan Indonesia, Sutan Syahrir ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai Perdana Menteri pertama Indonesia.
Dia menjadi perdana menteri termuda di dunia yakni berusia 36 tahun.
Sjahrir juga menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri ketika Indonesia baru saja merdeka.
Akhir hayat Sutan Sjahrir
Sutan Sjahrir meninggal dunia saat berobat di Zurich Swiss pada 9 April 1966 karena mengalami stroke.
Sebelumnya, dia sempat diangkap dan dipenjarakan tanpa diadili pada 1962-1965 sampai mengalami stroke. Hal ini menyusul kegagalan Partai Sosialis Indonesia yang gagal mendapat suara dalam pemilihan umum pertama di Indonesia, 1955. (Red)
- Pemerintah Palestina Desak Warganya di Gaza Utara Menentang Perintah Evakuasi Israel - October 12, 2024
- Israel Kembali Serang Lebanon, 22 Orang Tewas - October 11, 2024
- MUI Kembali Serukan Boikot Produk yang Terafiliasi dengan Israel - October 11, 2024