Di sudut salah satu pasar modern tertera pengumuman yang bertuliskan “Tahu Tempe Mogok Dagang Senin Selasa Rabu”. Pengumuman tersebut tentu sangat menarik dengan kondisi yang terjadi di Tanah Air belakangan ini. Di antaranya, ada polemik JHT, Minyak Goreng, serta Tahu dan Tempe. Semuanya masalah yang langsung berhadapan dengan rakyat kecil alias “wong cilik”.

Rupanya para pelaku ekonomi yang berurusan dengan tahu dan tempe belakangan ini sedang resah. Pasalnya, harga tahu dan tempe meningkat tajam. Persoalannya sebenarnya, karena dipicu oleh kenaikan harga bahan baku.

Harga tahu dan tempe naik dikarenakan adanya kenaikan harga kedelai impor. Sebab bahan untuk membuat tahu dan tempe di Indonesia memang bergantung pada kedelai impor. Sudah barang tentu, apabila semua bahan baku bergantung pada bahan impor maka harganya pun akan tergantung pula pada negara pengekspor bahan baku tersebut. Indonesia sebagai negara pengimpor mau tak mau harus tunduk terhadap aturan yang dibuat negara pengekspor.

Dampak dari naiknya harga kedelai impor maka para perajin atau produsen tahu dan tempe juga akan menaikkan harga produksi mereka. Karena mereka sangat tegantung pada bahan baku kedelai. Naiknya harga produksi maka akan menyebabkan naiknya pula harga jual di pasar oleh para pedagang tahu dan tempe.

Apabila harga tahu dan tempe di tingkat pedagang atau di pasar naik maka sudah barang tentu akan naik pula semua harga produk turunan yang berhubungan dengan bahan dari tahu dan tempe. Sebut saja para pelaku usaha kecil yang menjual gorengan, siomay, bakso serta produk olahan yang berbahan tahu dan tempe. Dampak terakhir yakni naiknya harga produk yang berbahan baku dari tahu dan tempe yang sehari-hari menjadi konsumsi masyarakat.

Namun, tentu di balik semua itu jelas sangat ironis. Karena kedelai saja harus mengimpor. Padahal negeri ini merupakan negara yang sejak zaman dahulu sangat terkenal mendapat julukan negara agraris. Namun, kedelai saja tidak bisa lagi dihasilkan apalagi dijadikan sebagai komoditas andalan.

Tentu, kalau kita mengingat kembali syair sebuah lagu dari Koes Plus berjudul “Kolam Susu”, maka rasanya  sangat menyedihkan apabila kedelai saja harus mengimpor. Dalam salah satu baitnya berbunyi: “Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman”.

Tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu saja bisa jadi tanaman. Apalagi cuma menanam kedelai. Rasanya tidak mungkin kalau negeri ini tidak bisa menyiapkan kedelai yang murah bagi para penduduknya.

Semoga, para pemangku kebijakan dapat menyelesaikan polemik seputar tahu dan tempe. Mudah-mudahan Indonesia kembali menjadi negara yang berjuluk NEGARA AGRARIS. Negara atau daerah yang Gemah Ripah Loh Jinawi di mana merupakan suatu keadaan yang sangat subur serta membawa kemakmuran bagi seluruh rakyatnya. (Red/Foto: Istimewa)

Bagikan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *